Pohon Kersen dan Hujannya...(Part 2)

 Who Likes The Rain?
"I," said the duck. "I call it fun,
For I have my red rubbers on;
They make a little three-toed track,
In the soft, cool mud, - quack! quack!"

"I!" cried the dandelion. "I!
My roots are thirsty, my buds are dry."
And she lifted a tousled yellow head
Out of her green and grassy bed.


"I hope 'twill pour! I hope 'twill pour!"
Purred the tree-toad at the gray bark door,"
For, with a broad leaf for a roof,
I am perfectly waterproof."


Sang the brook: "I laugh at every drop.
And wish they never need to stop
Till a big, big river I grow to be,
And could find my way to the sea."

"I," shouted Ted, "for I can run,
With my high-top boots and rain-coat on,
Through every puddle and runlet and pool,
I find on the road to school."


- Clara Doty Bates (1838-1895)-


"Aku akan pulang, tunggu saja". 
Janji itu rasanya seperti datang dari suatu masa yang sudah begitu lama.


Hampir purnama keempat,
Ini adalah kemarau tergalau yang pernah dirasa.
Pohon kersen sedikit jemu menunggu.
Di sela pancaroba hatinya, pohon kersen berangan. Dimakah hujan kini berada? Apakah dia baik-baik saja? Apakah dia merindukannya juga? 
Di ujung tanya itu kadang pohon kersen merasa, dia telah keliru mengarahkan hatinya. 
Seharusnya bukan hujan. Seharusnya jangan dia.
Jalan ke hatimu sungguh berliku, wahai hujan. Penuh dengan labirin yang menipu. Pohon kersen kehilangan arah, tak tahu lagi harus kemana memantapkan langkah.

"Tak perlu lah kau pilu karena menunggu. Menunggu sesuatu yang tak pasti berarti menyakiti diri sendiri", angin membisikkan pesan lewat sepoinya.
"Kau bahkan tak tahu, mungkin di tempat lain hujan sedang asyik merayu pohon beringin", awan menambahkan.
Pohon kersen menelan kebenaran yang menyesakkan itu sambil menatap burung parkit minta diteguhkan.
"Sabar kawan. Tunggu saja, dia pasti pulang".
"Tapi bagaimana kalau ternyata rumahnya bukan disini?".

Purnama keempat bahkan telah lewat.
Pohon kersen bertahan hanya pada sepenggal janji yang semakin tergerus sangsi.
Sepanjang hari dilafalkannya janji itu, dicernanya, seakan dengan begitu dia akan tahu hujan dimana. Dilafalkannya lagi. Sekali lagi.
Senja itu, ketika pohon kersen sibuk mencermati janji, mencari celah untuk tak mengacuhkannya karena sudah lelah, matahari berkata,
"Nak, terkadang yang jauh lebih menyenangkan dari sebuah janji adalah bukan ketika ia ditepati, melainkan ketika ia direlakan untuk menemukan kebenarannya sendiri"
Pohon kersen yang sudah bimbang makin kebingungan.
"Apa artinya?"
Sambil mengemasi sinarnya yang penghabisan matahari hanya melempar senyuman menenangkan,
"Kelak kau akan menemukan sendiri artinya".
Dia pun berpamitan pulang dan meninggalkan pohon kersen sendirian dalam remang.




Satu hari lagi terlewati, pohon kersen masih menggamangkan arti menanti.
Ingin rasanya berhenti, mencari distraksi. Namun bayangan hujan datang memenuhi janji seakan merasukinya, tak mau dihentikan begitu saja.
Pohon kersen tahu, dia meracuni dirinya dengan harapan semu. Dan racun itu pelan-pelan membinasakannya. Membuatnya mati oleh hatinya sendiri. Dia meranggas. Pohon kersen terlanjur tak mampu hidup tanpa hujan.


"Lain kali, jangan pernah menyerahkan hati seutuhnya. Sisakan sedikit untuk dirimu sendiri", kata parkit.
"Untuk apa?", sahut pohon kersen
"Untuk hidup".
"Seharusnya kau berkaca. Lihat bentukmu sekarang? Kau tak lagi sama. Kau tak berbuah, jadi tak ada burung lain yang hinggap di sini selain aku. Kau bahkan tak lagi punya bunga. Daunmu berguguran, tak ada lagi orang yang berteduh karena kau tak lagi rindang", tambah burung parkit panjang lebar. 
Awan menimpali, "Pohon kersen, sahabatku, jangan terlalu kau biarkan jiwamu terbang tinggi, kau tak punya sayap untuk mengambilnya kembali. Menapaktanahlah".
Dengan pedih pohon kersen menarik napas. Kali ini asanya benar-benar tergilas.


Siang itu, dalam tidurnya pohon kersen bermimpi. Mimpi indah. Hujan telah kembali pulang. Untuknya. Pohon kersen girang bukan kepalang. Dinikmatinya setiap detik mengesankan bersama hujan. Ah, sayang ini hanya mimpi. Ingin rasanya pohon kersen tak bangun lagi. Selamanya seperti ini, bersama hujan yang setia hadir di sisi. Belai rintiknya masih sama lembutnya. Suaranya, aromanya, masih sama seperti ketika pertama kali ia jatuh pada pesonanya. Mimpi itu terasa nyata, pohon kersen terbuai semakin dalam. Ia semakin tak ingin bangun. 
Tapi tak bisa. Pelan-pelan ia membuka mata. Hal pertama yang dilihatnya adalah angkasa. Kelabu. Siang itu langit kehilangan biru, dan pohon kersen tahu betul apa sebabnya. Ya, hanya satu. Hujan.
Pelan, diresapinya suasana yang melingkupinya. Hanya ada satu nuansa seperti itu di dunianya. Nuansa yang hanya sanggup diciptakan hujan. Pohon kersen gemetar. Hujannya telah kembali. Ia benar-benar pulang.




Pohon kersen diliputi emosi yang membuncah. Kompleksitas perasaannya sungguh nyata hingga tak sanggup menuturkan kata. Namun dekap eratnya pada sang hujan sudah mengungkapkan segala. Pada setiap bulir hujan dihempaskannya segenap rasa yang hanya mampu dipendamnya, jauh hingga ke relung terdalam. 
Dalam hangat dekapnya hujan menyapa, "Hai pohon kersen. Lama kita tak bersua. Aku rindu padamu".
Pohon kersen serasa meledak tak ubahnya kembang api. Memancar, bersinar. Dan sama halnya dengan kembang api yang pesonanya hanya sekejap, buncahan sukacitanya hanya lewat sekilas, lalu seketika padam. Pohon kersen disengat realita, dia bertahan untuk tidak melayang.
"Hai hujan. Lama sekali kau baru datang. Kau tahu, aku sudah terlanjur layu", desah pohon kersen.
"Maafkan aku. Aku akan membuatmu mekar kembali".
"Kurasa itu tak perlu. Kau tahu pak tua yang selalu mengutukimu? Nampaknya dia jatuh cinta pada batang kerontangku. Besok dia akan datang untuk menebang, menjadikanku meja pajang di ruang makan", sahut pohon kersen sendu.
Hening. Dan ketidakberdayaan untuk menuntaskan kata itu menggarami lukanya. Pedih.
"Jadi, kita tidak akan bertemu lagi?", tanya hujan.
Oh hujan,,, ingin sekali pohon kersen memaki, mengutuknya dengan sejuta mantra. Kau sungguh tak mengerti, hujan. Kau tak pernah mengerti.
"Kau secepatnya akan menemukan penggantiku".
Hujan menderaskan rinainya. "Tapi tak ada yang bisa menggantikanmu".
Pohon kersen diam, namun benaknya menguntai ribuan kata. Dicobanya  menyusun kepingan rasa yang berserak di hatinya. Dicobanya meluapkan emosi yang bersangkar di jiwanya. Pohon kersen mencoba menyatakan cinta.
"Bagaimana aku tak merindukanmu jika kau tak ada lagi di sini?", bisik hujan nyaris tak terdengar.
Ah, lalu selama ini kau dimana? Batin pohon kersen kelu. Hatinya ngilu.
"Aku juga pasti merindukanmu, hujan".
Pelukan hujan mengetat, meretas dinding pertahanan pohon kersen yang sekuat tenaga dibangunnya. Ungkapan cinta yang sedari tadi disusun dalam hati mendadak teracak, dan hanya didengar hujan dalam sederet kata,
"Terima kasih hujan, untuk semuanya".
Pohon kersen tertunduk pilu, seluruh dayanya runtuh, meluruh. Pohon kersen tak sanggup menahan lebih lama. Dia menangis.


Pohon kersen suka menangis di bawah hujan, karena tak akan ada yang melihat air matanya.

Demikianlah, satu minggu berlalu sejak pohon kersen menyudahi penantiannya pada sang hujan.  Satu minggu sejak dilepaskannya semua yang selama ini disimpan untuk hujan. Janji, cinta, dan airmata. Semua berakhir di sudut hangat ruang makan, tempat pohon kersen menjelma menjadi sebentuk meja cantik yang bersanding dengan perapian. Setiap pagi, burung parkit mematuki jendela, menyapanya. Jika siang tiba, giliran awan yang bertandang. Pohon kersen tak merasa kehilangan teman.
Ada kalanya pohon kersen sangat merindukan hujan. Jika hujan yang ditunggunya tak kunjung datang, dia hanya akan tersenyum dan berujar, "Ah,,dia pasti sibuk di tempat lain merayu pohon beringin".


Kini, pohon kersen sepenuhnya memahami, apa yang matahari pernah sampaikan kepadanya. Bahwa bagian terindah dari janji adalah justru ketika ia direlakan untuk menemukan kebenarannya sendiri.
Dan kebenaran itu sudah ditemukannya. Di sini, di sudut ruang makan, dimana pohon kersen sekarang sedang termenung memandangi hujan.
Tanpa ragu lagi pohon kersen menyadari, kini dengan utuh dia sudah memiliki hujannya.  Meski hanya seluas bingkai jendela.



Catatan penulis: kesejatian cinta sebenarnya bukan terletak pada kata-kata "Cinta tak harus memiliki" (saya tak pernah suka frasa cinta yang satu itu), melainkan mensyukuri dan mencintai apa yang kita miliki.
Buat apa bersikukuh mencintai sesuatu yang bukan untukmu. Kita punya bagian sendiri untuk dimiliki, cintailah itu.

Pohon Kersen dan Hujannya...(Part 1)


Alkisah, ada sebatang pohon kersen yang tumbuh di lereng bukit gersang. Anggun, teduh, bersahaja. Dan sendirian.
Daunnya yang rimbun dan buahnya yang merah menggugah, menggoda setiap orang yang lewat untuk melangkahkan kaki menghampirinya, sekedar duduk melepas lelah atau malah tertidur karena betah. Pohon kersen begitu pemurah. Disambutnya mereka dengan rengkuhan ranting dan senyum hangat bunganya. Diperbolehkannya sang angin berlarian di helai-helai daunnya. Diijinkannya burung-burung berdendang di pucuk tertingginya. Dijamunya mereka yang datang layaknya teman. 

Dari sekian banyak teman yang dimilikinya, ada satu yang terasa istimewa. Yang mampu menggamit jiwanya hingga meronta dari raga. Dia yang selalu dinantinya untuk singgah. Dia yang selalu diharapkannya untuk tinggal lebih lama. Dialah sang hujan. 
Ya, pohon kersen itu mendamba sang hujan dalam bisunya. Memujanya untuk setiap butiran air yang menyapa dalam kerontang. Nuansa yang hujan sajikan tiap kali dia datang membuat pohon kersen mabuk kepayang. Tak bisa dijawabnya ketika burung parkit sahabatnya bertanya mengapa bisa. Pohon kersen tak punya kosakata untuk menjabarkan cinta. Atau tak punya waktu karena habis untuk tersipu?
Ah, seperti inikah yang awan sebut dengan cinta?
Awan bercerita rasanya seperti terbang di antara bintang. Tapi pohon kersen tak pernah paham rasanya terbang. Baginya jatuh cinta terasa seperti ditaburi ribuan kunang-kunang. Ah, bukankah sama saja. 
Jatuh cinta berarti penuh cahaya.

Pohon kersen kadang tak mengerti, mengapa ada yang tak menyukai hujannya. Pak tua yang selalu membuka bekal di bawah bayang-bayang tengah harinya bahkan mengumpat jika hujan singgah ke bukit itu. Apa salah hujan? Bukankah dia begitu menyenangkan? Bukankah dia begitu indah? Begitu pikir pohon kersen yang sedang didera asmara. 
Pohon kersen ingat, betapa hujan sangat perhatian. Di suatu masa, ketika pohon kersen untuk pertama kalinya merasakan lara, hujan tak jemu menemaninya. Hujan mengemas sebuah bingkisan paling manis yang pernah pohon kersen terima sepanjang dia tumbuh di sana. Usai tengah hari, ketika matahari masih meraja di angkasa, dibujuklah angin agar meniup mendung tepat di atas bukit itu. Dan tiba-tiba dengan sangat rupawan hujan tampil di sana dengan latar matahari siang yang tersenyum lewat sinarnya. Dibiaskannya senyum matahari itu menjadi sebaris warna. Merah, kuning, hijau, lalu entah apa. Pohon kersen menakjubi keajaiban di depannya. Warna-warni itu terlampau indah untuk diungkapkan dalam bahasa apapun juga. Dia hanya mampu menatap dan memuja. 
Itulah pelangi pertamanya.

Pernah pohon kersen disengat cemburu. Pada gadis kemayu yang suka sekali menari di bawah payung berwarna biru ketika hujan menderaskan belaiannya. Pohon kersen tak suka jika gadis itu mulai bernyanyi. Hujan akan sangat menikmati dan melupakan ceritanya tentang berbagai tempat di balik bukit yang tak pernah pohon kersen dengar sebelumnya.
Atau pada mawar. Tak perlu bertanya mengapa bunga mawar membuatnya iri.
Pernah suatu ketika ditanyainya sang hujan,
"Mengapa kau tak ikut bermain bersama awan di belukar mawar? Bukankah kalian semua suka cantiknya? Oh ya, dan dia wangi tentu saja."
"Oh, aku tak suka mawar. Bagiku dia biasa-biasa saja. Rasanya percuma dan tak berguna kalau cantik tapi bisa membuat luka. Tahukah kau mengapa parkit tak pernah berpaling satu kalipun pada rona merahnya? Karena menurutku hijau daunmu jauh lebih mempesona."
Ah, ingin sekali pohon kersen merengkuh hujan yang saat itu begitu menggemaskan, menyimpannya di balik dedaunnya agar tak pergi walau kemarau menghampiri.


Begitulah cinta pohon kersen pada hujan yang dikuburnya begitu dalam. Tak mampu diambilnya kembali hati yang telah terdampar. 
Awan pun mencandainya, "Jika seseorang menggali di sekitarmu, dia pasti tak akan menemukan akar, melainkan gundukan perasaan cintamu yang tak tersampaikan".
Pohon kersen hanya sanggup membuang pandang.
"Kenapa kau tak pernah bilang padanya?", tanya si parkit sahabatnya.
"Aku tak punya cukup keberanian"
"Keberanian untuk menghadapinya?" 
"Bukan. Keberanian untuk menghadapi diriku sendiri seandainya nanti aku terluka"

Ini purnama kali ketiga pohon kersen tak jumpa dengan hujannya. Bukan rindu lagi namanya. Ini derita. Sudah lama dia tidak merasa demikian tersiksa, terakhir kali adalah saat dilihatnya pemuda yang tinggal di kaki bukit pindah ke kota. 
Hujan dan ketidakhadirannya meninggalkan dahaga. Setiap petang dirapalkannya sebaris doa, meminta agar hujan kembali demi menghabisi rindunya. Namun doa itu terasa hanya menggantung di udara.
Pohon kersen merana dalam kepungan hampa.....

(disambung pada episode berikutnya ^_^)

menunggu pun ternyata tak mudah...


Ini adalah sepenggal lagu, 
yang kulantunkan dalam kepulan rindu.
Untukmu yang menyusup lewat sekat-sekat
ketegaranku.
Mengusik janjiku untuk tetap membungkusmu dalam semu.


Aku paham cara menggubah
resah menjadi pasrah,
dan asa yang menggalaukan kukutip menjadi sepenggal klimaks
dipungkasi  kecewa belaka.


Ini adalah sepotong angan yang kudambakan lewat kata.
Bersamanya kulampirkan nada
dari resahnya jiwa
dan supucuk doa.
Meski untuk memaknainya kamu memang perlu luka.
Luka yang menggoda.
Ah, sebut saja aku gila. Aku memang sudah gila.
Gila karena kamu, ya...
Heeem, kamu tak tahu bukan?
Dasar!
Ingin rasanya menusukmu dengan tegaku.
Tapi sudahlah,,,
rasa-rasanya kau tak bakal mengerti juga.


Tanya aku siapa yang paling kutunggu.
sudah pasti aku menyahut 'kamu'.


Akan kudendangkan namamu,
-tiga atau empat kali-
sebelum sejurus kemudian aku akan mulai meragu.
Yah...itulah pahitnya memilihmu....


CERIA; keCERIAan tiada akhir...

 Biarlah gambar menjadi caraku mengungkapkan rasa,
lima tahun di sini, bersama kalian,
terasa begitu luar biasa...
terimakasih banyak untuk semua....




 

Blackberry sebagai penyedia 'kenikmatan teknologi' dan ikon gaya hidup masa kini.

Siapa kenal logo di atas??
Yes! Blackberry. Entah kenapa saya berminat membuat sedikit ulasan tentang gadget yang saat ini paling kondang tersebut, padahal punya saja tidak. Mungkin ketidakpunyaan itulah yang akan membuat ulasan ini sedikit lebih obyektif. 
Kebetulan beberapa kali saya pernah ditawari mau dibelikan BB oleh orang tua. Mungkin dengan pertimbangan ingin membuat anak mereka sedikit merasakan sensasi jadi anak gaul Indonesia, mengingat BB sekarang menjadi salah satu ikon 'kegaulan' anak muda. (Pernah dengar tentang 5B; BB-Behel-Belah tengah-Blackmentol-Boil? Satu pun saya tak punya). Atau alasan lain yang terdeteksi adalah mereka ingin saya jadi lebih tanggap pada teknologi. Apapun itu pada intinya saya menolak dengan alasan simpel, belum butuh.
Saya ingat perbincangan terakhir lewat telepon dengan ibu saya soal BB ini.
Ibu : Nduk, arep tak tumbaske Blackberry po? (Nduk, mau tak beliin Blackberry po?)
Saya : (membatin : memangnya ibu saya tahu bentuk dan rupa Blackberry itu kayak apa???) Enggak ah bu.
Ibu : Tenanan ki?? (Beneran nih?)
Saya : Durung butuh bu. Hp ku sik iki isih apik. ( Belum butuh bu. Hp ku sekarang masih bagus)
Ibu : Lah kan kalok punya BB siapa tahu kamu dapet pacar cowok-cowok kaya masa kini yang bawanya BB.
Ooohh men,, secekak itukah harapan ibu saya akan teknologi???

Percakapan dengan seorang teman berikut ini saya anggap menarik.
Saya : Kamu pake BB ngirit gak sih?
Teman : Ya lumayan ngirit sih. Tp kalau kupakai bwt telpon atau sms jadinya boros.
Saya : oooh,, lha berarti kamu cuma pakai BB mu buat online aja ya,,
Teman : Buat Lifestyle.
Dan sementok itukah prestasi Blackberry??

Tentu saja hadirnya BB di kehidupan ini tak hanya sebatas itu saja bukan? Disamping fakta bahwa pemanfaatan BB mulai kurang pas untuk beberapa golongan (misal : anak kelas 1 SD sudah dihadiahi BB. Buat apa ya?) namun tak bisa dipungkiri kehadiran BB sedikit banyak memberikan kemudahan dalam dunia perkomunikasian. Berhubung tidak dapat menjelaskan secara nyata mengenai keuntungan memakai BB karena memang tidak punya, maka saya sengaja copy-paste artikel dari yahoo! answer berikut ini.

Kelebihan Blackberry


Features
  1. System full backup/recover sebagian maupun sepenuhnya mempermudah user dalam membackup data2 penting
  2. Ketika mengganti unit blackberry baru, anda cukup menggunakan fungsi change device dan data-data penting beserta setting dan 3rd party software (jika compatible) tercopy dengan mudah ke device blackberry baru.
  3. Fungsi Autotext, anda tinggal mendefine keyword lalu mengasosiasikan dengan isi pengganti yang biasanya berisi text/character yang panjang, dan digunakan dengan mengetikan keyword, maka isi pengganti akan menggantikan keyword tersebut.
    semisal, anda mendefine autotext home, ketika anda ketik, digantikan dengan alamat lengkap, rt-rw,phone,kodepost dlsb yang anda inginkan.
  4. fungsi search sangat powerfull untuk menemukan di field manapun dari nama, subject bahkan content, sehingga membantu kita menemukan hal yang kita cari.
  5. profile pada blackberry sangat flexible, untuk setiap account email, sms,mms,phone,facebook dlsb dapat diatur ringtone/vibrate dan led signnya
  6. feature speed dial pada blackberry qwerty sebanyak pilihan a-z,dikurangi default key. Membantu sekali dalam melakukan telepon cepat
Multimedia
  1. Fungsi BBM (Blackberry Messenger) yang mampu membuat chatting kita nyaman dengan tidak hanya menyediakan fungsi chatt type, namun juga send type dan rekaman sebesar 10Kb – membantu sekali saat sedang tidak bisa mengetik pesan dan tinggal merekam ucapan sekitar 5 Detik dan mengirimkan kepada lawan chatt kita.
  2. Pada fungsi baru di OS versi 5.0 nanti bahkan terintegrasi dengan fungsi SMS dan dapat mengirimkan pesan lokasi dlsb.
  3. customize theme yang buat user level advanced dapat dengan mudah membuat dan mendesign rancangan theme sendiri sesuai kebutuhan, yang diperlukan hanya image editing software dan idea.
  4. Fungsi geotag pada blackberry ber-GPS, membantu foto2 yang kita ambil berisi informasi lokasi foto diambil, bisa dibuat teka-teki, kemana rekan kita berada dengan mengecheck lokasi GPS melalui informasi Geotagnya.
  5. Tampilan akses multimedia ke video, audio, gambar dan rekaman terintegrate dan sangat sederhana, sehingga cepat diakses dan nyaman digunakan.
Security
  1. Dengan mengaktifkan fungsi password, dan jika terjadi kehilangan terhadap blackberry, pencuri yang salah memasukan password akan menghapus seluruh data (wipe) di blackberry anda-sehingga data penting anda tidak gampang diambil.
  2. feature firewallnya,sangat effective dalam memblock sms/mms/phone call yang tidak kita inginkan.
 
Astaga,,itu maksudnya apa juga saya gak mudeng. Namun pastinya para pemakai BB jelas tahu pasti kenikmatan menggunakan BB. Dan seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, merasa belum ingin merasakan kenikmatan itu saya pikir tak perlu lah saya dibelikan BB. 
Layaknya berhala-berhala modern lainnya (HP, pc, laptop, ipad, iphone, ipod dengan segala fiturnya- dan ya, saya pecandu beberapa diantaranya) BB kini menjadi ikon. Lambang penerimaan dalam sebuah grup. Tanya menanya, tukar menukar pin adalah pernyataan lisan tentang sebuah eksistensi dalam pergaulan jaman sekarang. Kelebihan BB yang hakiki pun pudar lah...
Ini bukan sebuah sindiran atau ketidaksukaan. Posting ini justru suatu harapan, semoga kelak ketika akhirnya saya memang benar-benar butuh dan punya itu barang, BB bukan hanya semacam simbol gaya hidup bagi saya, melainkan sebuah solusi....